Rabu, 17 Februari 2016

Laporan Praktikum Mata Kuliah Kimia Dasar

Download File Laporan: Laporan KIMIA



LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH KIMIA DASAR







SOSIOEKONOMIK PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2015
 

I.     PENGUJIAN PATI (STRACH)

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kandungan pati yang ada pada objek atau bahan yang tersedia dengan indikator larutan iodine.

B.       Dasar Teori
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tergolong polisakarida yang tidak dapat larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Pati merupakan karbohidrat utama yang biasa dikonsumsi oleh manusia di seluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Beras, jagung, dan gandum mengandung 70%-80% pati; kacang-kacang kering, seperti kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau 30%-60%, sedangkan ubi, talas, kentang dan singkong 20%-30%.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah besar. Sebagian besar pati mengandung 15-35% amilosa. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Pada beras, semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin pulen (lekat) nasi yang diperoleh. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.

C.      Metode
Ø Waktu dan  tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul 11.30 WITA
Ø Bahan dan alat pratikum


1.    Tepung terigu
2.    Roti
3.    Gula Pasir
4.    Pisang
5.    Kentang
6.    Larutan Iodine
7.    Sendok
8.    Petridish
9.    Pipet


Ø Cara kerja
1.         Ambil sedikit semua bahan yang akan diuji (No. 1-5) dengan menggunakan sendok berbeda
2.         Letakkan bahan tersebut di dalam petridish (jangan ditumpuk)
3.         Tetesi masing-masing bahan dengan inode sebanyak satu tetes
4.         Tunggu  beberapa saat dan amati perubahan warna yang terjadi pada bahan tersebut
5.         Catat dan beri komentar perubahan maupun tidak adanya perubahan pada bahan yang diuji

D.      Hasil Pengamatan
No.
Bahan
Perubahan Warna
Keterangan
1
Tepung terigu
Ungu kehitaman
Mengandung banyak pati
2
Roti
Coklat kehitaman
Mengandung banyak pati
3
Gula pasir
Tidak ada perubahan warna
Tidak mengandung pati
4
Pisang
Agak kehitaman/ hitam pudar
Mengandung sedikit pati
5
Kentang
Agak kehitaman/ hitam pudar
Mengandung sedikit pati

E.       Pembahasan
Pada tepung terigu, pada saat ditetesi dengan larutan iodine akan tampak perubahan warna yang signifikan, yaitu akan terbentuk warna ungu kehitaman. Hal ini menandakan bahwa dalam tepung terigu terdapat kandungan pati yang cukup banyak. Begitu pula dengan potongan roti tawar, akan terlihat perubahan warna coklat kehitaman, menandakan adanya pati yang banyak dalam roti tersebut.
Berbeda dengan percobaan yang dilakukan pada buah pisang yang sudah masak dan kentang, perubahannya hanya sedikit yaitu berubah menjadi agak kehitaman atau hitam pudar. Hal ini disebabkan karena pati yang terdapat pada buah pisang dan kentang telah dikonversikan atau diubah menjadi glukosa oleh enzim ptyalin  yang terjadi selama proses pematangan buah tersebut.
Untuk percobaan pada gula pasir, iodien tidak mengalami perubahan warna seperti yang terjadi pada tepung terigu, roti, pisang  dan kentang. Ketika diteteskan larutan iodien, larutan iodien yang berwarna kekuningan berubah menjadi bening dan tidak berwarna. Hal ini terjadi karena gula pasir tidak mengandung pati. Gula pasir mengandung sukrosa yang tergolong disakarida. Sukrosa larut dalam air.

F.       Kesimpulan dan Saran
Larutan  iodine digunakan untuk meneliti kandungan pati yang ada dalam objek penelitian. Apabila objek mengandung pati, maka akan berubah warna menjadi ungu kehitaman atau coklat kehitaman ketika ditetesi iodine.
Pengamatan ini harus dilakukan dengan teliti, terutama dalam memastikan perubahan warnanya.



II.  KELARUTAN MINYAK DAN LEMAK

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kelarutan atau daya larut dari minyak dan lemak dalam air, alkohol dan sabun cair.

B.       Dasar Teori
Lemak (Lipid) merupakan senyawa majemuk. Sama halnya dengan karbohidrat, lemak tersusun oleh unsur C, H dan O. Lemak merupakan sumber energi yang menyediakan kalori terbanyak bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein. Fungsi lain dari lemak adalah sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K, membangun bagian tubuh tertentu, pelindung alat-alat dalam, pelindung tubuh dan suhu rendah.
Lemak adalah zat organik yang bersifat sukar larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama.
Lemak dibedakan atas tiga kelompok, yaitu lemak sederhana (lemak dan minyak), lemak campuran (fosfolipid dan lipoprotein), serta lemak asli (asam lemak dan sterol). Selain itu, lemak juga dibedakan berdasarkan tingkat kejenuhannya, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh berbentuk padat pada suhu ruangan dan banyak terdapat pada lemak hewan, seperti menteg dan gajih. Sedangkan asam lemak tak jenuh biasanya berbentuk cair dan benyak terdapat pada lemak nabati, seperti minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak sayur lainnya.
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid.

C.      Metode
Ø Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 11.30 WITA
Ø Bahan dan alat praktikum


1.    Minyak goreng
2.    Mentega
3.    Sabun Cair
4.    Air
5.    Alkohol
6.    Tabung Reaksi
7.    Sendok
Ø Cara kerja
1.         Sediakan 4 (empat) buah tabung reaksi
2.         Masukkan air dan alkohol masing-masing ±2 ml ke dalam tabung reaksi (air 2 tabung, alkohol 2 tabung)
3.         Masukkan sedikit minyak goreng ke dalam  masing-masing tabung
4.         Tutup mulut tabung dengan ujung jari, lalu kocok sekuat-kuatnya dan amati beberapa saat
5.         Pada tabung yang berisi air, tambahkan 1-2 tetes sabun cair lalu kocok kembali dan amati beberapa saat
6.         Lakukan cara kerja 3-5 dengan mengganti minyak goreng dengan mentega
7.         Buat laporan sementara

D.      Hasil Pengamatan
Nama
Bahan
Alkohol
Air
Air + Sabun
Minyak Goreng
Sedikit tercampur
Tidak Tercampur dan minyak berada diatas air
Tercampur
Mentega
Tidak tercampur dan mentega berada didasar air
Tidak tercampur dan mentega mengapung diatas air
Tercampur, ada warna kuning minyak dibagian atas

E.       Pembahasan
Minyak dan mentega merupakan senyawa lipid yang  tidak dapat larut dalam air namun dapat larut dalam pelarut organik non-polar. Air merupakan senyawa polar sehingga minyak dan  mentega tidak tercampur dengan air dan keduanya mengendap atau mengapung dibagian atas air karena massa jenisnya yang lebih kecil daripada massa jenis air.
Minyak dan mentega sedikit tercampur dalam alkohol karena keduanya sama-sama senyawa organik. Gugus hidroksil (-OH) yang terdapat pada alkohol, bersifat polar dan hidrofilik, namun rantai karbonnya bersifat non-polar sehingga hidrofobik. Molekulnya secara umum menjadi nonpolar dan semakin tak larut dalam air ketika rantai karbonnya menjadi semakin panjang. hal tersebut menyebabkan minyak sedikit larut dalam air dan mentega tenggelam didasar alkohol.
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses saponifikasi.
Sabun dapat mempersatukan minyak dan air, karena gugus polar pada sabun memiliki sifat hidrofilik yaitu mengikat air sedangkan gugus nonpolarnya bersifsat hidrofobik dan akan menarik atauu mengikat minyak dan mendispersikan ke dalam air, sehingga membentuk sistem koloid.

F.       Kesimpulan dan Saran
Minyak dan lemak merupakan zat yang sukar larut dalam air dan mengapung diatas air karena massa jenisnya yang lebih kecil dari air. Jika airditambah dengan sabun, minyak dan air sabun akan tercampur karena gugus nonpolar dari sabun akan menarik minyak dan mendispersikannya ke dalam air.
Dalam percobaan ini, mentega akan mudah tersangkut didinding tabung reaksi. Jadi harus berhati-hati dalam memasukkan mentega.



III.   pH

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan menggolongkan suatu larutan ke dalam larutan basa, asam atau netral dengan kertas lakmus dan indikator universal.

B.       Dasar Teori
pH berasal dari singkatan potential of Hydrogen. pH adalah tingakat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
Lakmus adalah suatu kertas dari bahan kimia yang akan berubah warna jika dicelupkan kedalam larutan asam/basa. Lakmus terdiri dari lakmus merah dan lakmus biru. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada.
Indikator universal adalah indicator yang terdiri atas berbagai macam indikator yang memiliki warna berbeda untuk setiap nilai pH 1-14. Indikator universal ada yang berupa larutan dan ada juga yang berupa kertas. Indikator universal adalah mampu mengukur pH suatu larutan.

C.      Metode
Ø Waktu dan tempat pratikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 11.30 WITA
Ø Bahan dan alat praktikum


1.    Asam Klorida
2.    Natrium Hidroksida
3.    Sabun Cair
4.    Air Jeruk
5.    Pinset
6.    Kertas Lakmus Merah
7.    Kertas Lakmus Biru
8.    Kertas pH Universal


Ø Cara kerja
1.         Dengan menggunakan pinset masukkan secara bergantian lemba


2.         ran kertas lamus merah, kertas lakmus biru dan kertas pH universal pada larutan yang tersedia (No 1-4)
3.         Amati perubahan warna yang terjadi pada lembaran kertas lakmus merah dan kertas lamus biru
4.         Untuk kertas pH universal amati perubahan warna dan bandingkan dengan tabel yang tersedia dan catat pHnya
5.         Buat laporan

D.      Hasil Pengamatan
No.
Bahan
Lamus Merah
Lakmus Biru
pH Universal
1
Asam Klorida
Merah
Merah
1
2
NaOH
Biru
Biru
14
3
Sabun Cair
Biru
Biru
7
4
Air Jeruk
Merah
Merah
2

E.       Pembahasan
Asam Klorida (HCl) dan air jeruk merupakan larutan asam. Hal ini dapat dilihat dari kertas lakmus merah yang tidak berubah warna dan kertas lakmus biru yang berubah warna menjadi merah. Selain itu, pada kertas pH universal, pH keduanya kurang dari 7 yang menandakan bahwa keduanya bersifat asam.
Natrium Hidroksida (NaOH) merupakan larutan basa. Hal ini dapat dilihat dari kertas lakmus merah yang berubah warna menjadi bitu dan  lakmus biru yang tidak berubah warna. Pada kertas pH universal pun pH NaOH diatas 7, menunjukan NaOH bersifat basa.
Sabun cair, pada kertas lakmus menunjukkan bahwa sabun cair bersifat asam dan pada pH universal menunjukkan bahwa sabun cair bersifat netral sehingga dapat disimpulkan bahwa sabun bersifat basa mendekati netral.

F.       Kesimpulan dan Saran
Pengamatan pH suatu objek dapat dilakukan dengan kertas lakmus dan indikator pH universal. Pada kertas lakmus akan terjadi perubahan warna. Jika objek merupakan larutan asam, kertas lakmus merah akan tetap berwarna merah dan kertas lakmus biru akan berubah warna menjadi merah. Begitu pula sebalikknya, jika objek merupakan larutan basa, kertas lakmus biru akan tetap berwarna biru dan kertas lakmus merah akan berubah warna menjadi biru.
Untuk indikator pH universal, penelitian dapat dilakukan dengan mencelupkan kertas indikator ke dalam larutan, kemudian mencocokkan perubahan warnanya dengan petunjuk warna yang disediakan.
Dalam percobaan ini, kertas lakmus harus dipegang dengan pipet sebab jika dipegang secara langsung terutama oleh tangan yang mudah berkeringat, kertas lakmus akan berubah warna.



IV.   GULA DAN PEMANIS

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui tingkat kemanisan masing-masing bahan dan menganalisis perbedaan kemanisan masing-masing bahan.

B.       Dasar Teori
Pemanis merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk memberikan rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut, biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak mempunyai nilai gizi.
Berdasarkan proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officinarum L.) dan bit (Beta vulgaris L.). Bahan pemanis yang dihasilkan oleh kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Pemanis sintetis merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam  pengolahan pangan di Indonesia adalah Aspartam, sorbitol, sakarin, dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali lipat dibandingkan gula alami. Oleh karena itu sering disebut sebagai “biang gula”.

C.      Metode
§  Waktu dan Tempat Praktikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 11.30 WITA
§  Bahan dan Alat Praktikum
1.    Gula Pasir
2.    Biang Gula
3.    Sukkorit
4.    Gula Diet
5.    Tepung Gandum
6.    Madu
7.    Air
8.    Gelas Plastik
9.    Alat Tulis
§  Cara Kerja
1.         Sediakan gelas plastik sebanyak 6 buah, lalu isikan air sebanyak ±100 ml
2.         Masukkan bahan yang akan diuji sebanyak 1 sendok, kecuali biang gula dan sukkorit hanya 3 butir
3.         Aduk hingga melarut, catat waktu yabg dibutuhkan untuk melarutkan bahan tersebut
4.         Cicipi masing-masing larutan tadi, bandingkan tingkat kemanisannya

D.      Hasil Pengamatan
No
Nama Bahan
Waktu yang  dibutuhkan
Tingkat Kemanisan
1
Gula pasir
48 sekon
2 (kurang manis)
2
Biang gula
15 sekon
4 (sangat manis)
3
Sukkorit
-
-
4
Gula diet
32 sekon
3 (manis)
5
Tepung gandum
49 sekon
1  (tidak manis)
6
Madu
30 sekon
2 (kurang manis)

E.       Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, madu dan gula pasir memiliki tingkat kemanisan yang sama, namun madu sedikit lebih manis dibandingkan gula pasir. Madu merupakan larutan yang mengandung 80% gula dan mempunyai kandungan fruktosa, yaitu suatu monosakarida yang banyak terdapat dalam buah sehingga sering juga disebut sebagai gula buah. Madu mengandung fruktosa sekitar 41 %, 35% glukosa, dan 1,9 % sukrosa. Fruktosa adalah gula paling manis, mempunyai tingkat kemanisan 1,7 kali dibanding gula sukrosa yang banyak terdapat dalam gula pasir.
Gandum sebagai bahan dasar tepung gandum dapat menjadi salah satu pengganti nasi yang baik. Dalam 100 gram gandum terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium dengan jumlah glukosa yang rendah. Gandum mengandung sedikit fruktosa dan sukrosa atau tidak mengandung sama sekali sukrosa sehingga tidak memiliki rasa manis.
Gula diet mengandung sedikit glukosa dan mengandung banyak fruktosa sehingga gula diet rendah kalori dan rasanya lebih manis dari pada gula pasir. Cocok untuk penderita diabetes.
Biang gula memiliki rasa manis 30-300 kali lipat dibandingkan dengan gula pada umumnya. Hal ini karena biang gula merupakan gula sintetis


F.       Kesimpulan dan Saran
Dari pengamatan diatas, dapat disimpulkan bahwa kandungan karbohidrat dalam pemanis mempengaruhi tingkatan rasa manis pada pemanis. Semakin banyak fruktosa, sukrosa, maupun maltosanya, semakin manis rasanya.
Dalam percobaan ini, lidah sebagai indra perasa harus dalam keadaan baik agar dapat mencicipi larutan dengan tepat dan benar.



V.  KELARUTAN BAHAN PADA SUHU BERBEDA

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan larutan dengan suhu yang berbeda untuk melarutkan garam dan menganalisis penyebab adanya perbedaan waktu.

B.       Dasar Teori
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatupelarut (solvent). Kelarutan merupakan sifat suatu zat atau kemampuan suatu zat terlarut untuk melarut dalam suatu pelarut dengan banyak tertentu menghasilkan suatu larutan.
Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.

C.      Metode
Ø Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 08.00 WITA
Ø Bahan dan alat praktikum


1.      Gelas
2.      Sendok
3.      Garam
4.      Air Panas
5.      Air Dingin
6.      Es Batu
7.      Alat Pengaduk
Ø Cara kerja
1.        Siapkan gelas sebanyak 3 buah
2.        Isi tiap gelas ± 80 ml dengan air panas, air dingin, air dingin yang ditambah es batu
3.        Masukkan garam sebanyak 1 sendok pada setiap gelas, lalu diaduk hingga garam larut
4.        Catat berapa lama waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam pada setiap gelas

D.      Hasil Pengamatan
No.
Jenis Air (Berdasarkan Panas)
Waktu yang diperlukan
1
Panas
57,60 sekon
2
Dingin
1 menit 4,35 sekon
3
Dingin + Es Batu
1 menit 10,80 sekon

E.       Pembahasan
Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa peningkatan suhu menyebabkan peningkatan laju  reaksi. Semakin tinggi suhu airnya, garam akan semakin cepat larut dalam air. Hal ini terjadi karena partikel-partikel garam menyerap energi kalor. Pada suhu yang lebih tinggi, molekul garam bergerak lebih cepat sehingga energi kinetiknya bertambah. Peningkatan energi kinetik menyebabkan kompleks teraktivasi lebih cepat terbentuk karena energi aktivasinya lebih cepat terlampaui. Dengan demikian, proses pelarutan garam akan berlangsung lebih cepat.

F.       Kesimpulan dan Saran
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi atau kecepatan proses pelarutan. Semakin tinggi suhu pelarutnya, semakin cepat proses pelarutan zat terlarutnya. Hal ini disebabkan karena suhu tinggi mempercepat gerak partikel zat terlarut sehingga tumbukan menjadi lebih sering terjadi dan proses pelarutan berlangsung lebih cepat.
Percobaan ini harus dilakukan secara teliti. Pastikan zat terlarut larut dengan sempurna.



VI.   KELARUTAN BAHAN BERDASARKAN KEPADATAN

A.      Tujuan praktikum
Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan pelarut untuk melarutkan zat terlarut yang berbeda kepadatannya dan menganalisis penyebab adanya perbedaan waktu.

B.       Dasar Teori
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatupelarut (solvent). Kelarutan merupakan sifat suatu zat atau kemampuan suatu zat terlarut untuk melarut dalam suatu pelarut dengan banyak tertentu menghasilkan suatu larutan. Suatu reaksi mungkin banyak melibatkan reaksi dalam bentuk padatan. Massa padatan atau zat terlarut lainnya mempengaruhi laju reaksi larutan sebab massa zat terlarut yang menentukan luas permukaan bidang sentuh zat tersebut.

C.      Metode
Ø Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 08.00 WITA
Ø Alat dan bahan praktikum
1.    Gula Batu
2.    Garam
3.    Alat Pengaduk
4.    Air
5.    Gelas
Ø Cara kerja
1.         Siapkan 2 gelas yang sudah diisi air dengan volume yang sama
2.         Ambil 2 butir gula batu, lalu ditimbang beratnya. Masukkan pada gelas pertama
3.         Aduk hingga larut, catat waktu yang diperlukan
4.         Timbang garam dengan berat yang sama dengan gula batu, lalu masukkan pada gelas kedua
5.         Aduk hingga larut dan catat waktu yang diperlukan
6.         Bandingkan waktu yang diperlukan untuk bahan yang berbeda
7.         Buat laporan

D.      Hasil Pengamatan
No.
Bahan
Berat
Waktu
1
Gula Batu
3,0 gram
8 menit 35,20 sekon
2
Garam
3,0 gram
44,86 sekon

E.       Pembahasan
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa garam lebih cepat larut didalam air dibandingkan dengan gula batu. Hal ini disebabkan karena garam berbentuk kristal-kristal kecil dan gula batu berbentuk bongkahan besar sehingga garam  memiliki luas permukaan bidang sentuh yang lebih besar dibandingkan luas permukaan bidang sentuh gula batu.

F.       Kesimpulan dan Saran
Kepadatan zat terlarut mempengaruhi kecepatan proses pelarutan. Semakin kecil ukuran zat terlarut, semakin besar luas bidang sentuhnya sehinggalaju reaksi  atau kecepatan proses pelarutan zat tersebut semakin besar.
Percobaan ini harus dilakukan secara teliti. Pastikan zat terlarut larut dengan sempurna.




VII.          PENGEMBUNAN

A.      Tujuan Praktikum
Untuk mengamati proses pengembunan dan menganalisis penyebab terjadinya pengembunan.

B.       Dasar Teori
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat.
Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang dingin dinamakan embun. Embun adalah air dalam bentuk tetesan yang muncul pada permukaan tipis yang terpapar pada pagi atau sore hari karena kondensasi.
Uap air hanya akan terkondensasi pada suatu permukaan ketika permukaan tersebut lebih dingin dari titik embunnya, atau uap air telah mencapai kesetimbangan di udara, seperti kelembapan jenuh. Titik embun udara adalah temperatur yang harus dicapai agar mulai terjadi kondensasi di udara.

C.      Metode
§  Waktu dan Tempat Praktikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 11.30 WITA
§  Bahan dan Alat Praktikum
1.    Es Batu
2.    Air
3.    Alat Pengaduk
4.    Gelas
§  Cara Kerja
1.         Siapkan gelas lalu diisi air sebanyak 1/3 volume gelas (150 ml)
2.         Tambahkan es batu pada gelas hingga penuh (200 ml)
3.         Tunggu beberapa saat, amati kondisi pada dinding gelas bagian luar
4.         Buat laporan mengapa kejadian tersebut terjadi

D.    Hasil Pengamatan
Terdapat tetesan air atau embun pada permukaan gelas beker yang berisi air es.
E.     Pembahasan
Air yang terlihat dipermukaan gelas merupakan embun. Embun tersebut terbentuk karena uap air diudara terkondensasi. Udara yang ada di sekeliling gelas mengandung uap air. Ketika gelas diisi es, gelas menjadi dingin. Udara yang bersentuhan dengan gelas dingin ini akan turun suhunya. Uap air yang ada di udara pun ikut mendingin. Jika suhunya sudah cukup dingin, uap air ini akan mengembun membentuk tetes-tetes air di bagian luar gelas.

F.     Kesimpulan dan Saran
Udara mengandung uap air. Ketika suatu permukaan benda menjadi dingin, udara yang ada disekitar benda akan terkondensasi dan terbentuklah embun disekeliling benda tersebut.
Percobaan ini harus dilakukan dengan sabar sebab harus menunggu embun terbentuk dipermukaan benda.



VIII.       PEMBUATAN KONSENTRASI GARAM (NaCl)

A.       Tujuan Praktikum
Untuk menentukan banyaknya garam dan air dalam larutan garam dan menerapkan proses pembuatan larutan garam dengan konsentrasi tertentu.

B.       Dasar Teori
Konsentrasi dapat diartikan sebagai ukuran yang menentukan banyaknya zat yang berada di dalam suatu campuran dan dibagi dengan volume total pada campuran tersebut. Biasanya konsentrasi dinyatakan pada satuan fisik, seperti halnya satuan volume, satuan kimia, ataupun satuan berat seperti mol, ekuivalen dan massa rumus.
Pada umumnya di bidang kimia, persen digunakan untuk menyatakan konsentrasi suatu larutan. Persen konsentrasi dapat dibagi menjadi persen volume dan persen berat.

C.       Metode
Ø Waktu dan tempat pratikum
Laboratorium Mikrobiologi  pukul 08.00 WITA
Ø Alat dan bahan praktikum
1.    Garam/NaCl
2.    Akuades
3.    Gelas Ukur
4.    Labu Ukur
Ø Cara kerja
1.         Buat larutan garam(NaCl) dengan konsentrasi 70%, 50%, 30% dan 10% dengan menggunakan akuades
V1 x N1 = V2 x N2
                                      V1 = Volume awal
                                      N1 = Normalitas/Konsentrasi awal
                                      V2 = Volume Akhir/ diinginkan
                                      N2 = Normalitas/konsentrasi akhir/diinginkan

D.       Hasil Percobaan
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 70% (larutan 100 ml)
Massa garam   = 100 ml x 70%
                        = 100 ml x
                        = 70 gr
Volume air      = 100 – 70
                        = 30 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam = 15 menit 32 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 50% (larutan 100 ml)
Massa garam   = 100 ml x 50%
                        = 100 ml x
                        = 50 gr
Volume air      = 100 – 50
                       = 50 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam = 13 menit 2 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 30% (larutan 50 ml)
Massa garam   = 50 ml x 30%
                        = 50 ml x
                        = 15 gr
Volume air      = 50 – 15
                        = 35 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam = 4 menit 17 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 10% (larutan 50 ml)
Massa garam   = 50 ml x 10%
                        = 50 ml x
                        = 5 gr
Volume air      = 100 – 70
                        = 45 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam = 2 menit 3 sekon

E.       Pembahasan
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa larutan garam dengan konsentrasi 70%  membutuhkan waktu paling lama untuk melarutkannya. Hal ini disebabkan karena massa garamnya lebih banyak sehingga luas bidang sentuhnya kecil. Selain itu, hal tersebut terjadi karena larutan garam adalah larutan jenuh sehingga semakin besar konsentrasinya dalam larutan, garam akan semakin sulit untuk larut bahkan tidak bisa larut.

F.        Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihaat semakin besar massa zat terlarut yang digunakan maka konsentrasi larutan akan semakin besar, karena konsentrasi larutan berbanding lurus dengan masa zat yang digunakan..
Dalam pembuatan larutan harus benar-benar teliti terutama dalam menghitung massa zat terlarutnya karena akan mempengaruhi konsentrasi larutan.




DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Pratiwi, D. A., dkk. 2004. Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Sutresna, Nana. 2011. Advanced Learning Chemistry 2A. Bandung: Grafindo Media Pratama
Winarno, F., G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Fitrimarwaningsih. 2012. Senyawa Polar Dan Non Polar https://fitrimarwaningsih.wordpress.com/2012/12/09/senyawa-polar-dan-non-polar/ . Diakses 29 Mei 2015 pukul 21:15

Pramushinta, Diah. 2011. Sabun. https://inuyashaku.wordpress.com/tag/sabun . Diakses 2 Juni 2015 pukul 18:18
______. 2015. Amilumi. http://id.wikipedia.org/wiki/Amilum , Diakses 27 Mei 2015 pukul 20:13

______. 2015. Minyak. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak . Diakses 29 Mei 2015 pukul 20:47

______. 2014. Pengertian PH Meter dan Lakmus. http://kreasimasamuda.blogspot.com/2014/02/pengertian-ph-meter-dan-lakmus.html . Diakses 2 Juni 2015 pukul 17:26






Tidak ada komentar:

Posting Komentar