LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH KIMIA DASAR
SOSIOEKONOMIK PERIKANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
I. PENGUJIAN PATI (STRACH)
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kandungan pati yang ada pada objek atau bahan yang
tersedia dengan indikator larutan iodine.
B. Dasar Teori
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tergolong polisakarida yang
tidak dapat larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan
utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting.
Pati merupakan karbohidrat utama
yang biasa
dikonsumsi oleh manusia di
seluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan
umbi-umbian. Beras, jagung, dan gandum mengandung 70%-80% pati; kacang-kacang
kering, seperti kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau 30%-60%,
sedangkan ubi, talas, kentang dan singkong 20%-30%.
Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam
komposisi yang berbeda-beda. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah
besar. Sebagian besar pati mengandung 15-35% amilosa. Amilosa
memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Pada
beras, semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan
amilopektin, semakin pulen (lekat) nasi yang diperoleh. Amilosa
memberikan warna ungu pekat pada tes
iodin sedangkan amilopektin tidak
bereaksi.
C. Metode
Ø
Waktu dan
tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul 11.30 WITA
Ø
Bahan dan alat pratikum
1.
Tepung terigu
2.
Roti
3.
Gula Pasir
4.
Pisang
5.
Kentang
6.
Larutan Iodine
7.
Sendok
8.
Petridish
9.
Pipet
Ø
Cara kerja
1.
Ambil sedikit semua bahan yang akan diuji (No.
1-5) dengan menggunakan sendok berbeda
2.
Letakkan bahan tersebut di dalam petridish
(jangan ditumpuk)
3.
Tetesi masing-masing bahan dengan inode
sebanyak satu tetes
4.
Tunggu
beberapa saat dan amati perubahan warna yang terjadi pada bahan tersebut
5.
Catat dan beri komentar perubahan maupun tidak
adanya perubahan pada bahan yang diuji
D. Hasil Pengamatan
No.
|
Bahan
|
Perubahan Warna
|
Keterangan
|
1
|
Tepung terigu
|
Ungu kehitaman
|
Mengandung banyak
pati
|
2
|
Roti
|
Coklat kehitaman
|
Mengandung
banyak pati
|
3
|
Gula pasir
|
Tidak ada perubahan warna
|
Tidak
mengandung pati
|
4
|
Pisang
|
Agak kehitaman/ hitam pudar
|
Mengandung sedikit
pati
|
5
|
Kentang
|
Agak kehitaman/ hitam pudar
|
Mengandung
sedikit pati
|
E. Pembahasan
Pada tepung terigu,
pada saat ditetesi dengan larutan iodine akan tampak perubahan warna yang
signifikan, yaitu akan terbentuk warna ungu kehitaman.
Hal ini menandakan bahwa dalam tepung terigu
terdapat kandungan pati yang cukup banyak. Begitu pula dengan potongan roti
tawar, akan terlihat perubahan warna coklat kehitaman,
menandakan adanya pati yang banyak dalam roti tersebut.
Berbeda dengan percobaan yang dilakukan pada buah pisang yang sudah masak
dan kentang, perubahannya hanya sedikit yaitu berubah menjadi agak kehitaman
atau hitam pudar. Hal ini disebabkan karena pati yang terdapat pada buah pisang
dan kentang telah dikonversikan atau diubah menjadi glukosa oleh enzim
ptyalin yang terjadi selama proses pematangan buah tersebut.
Untuk percobaan pada gula pasir, iodien tidak mengalami perubahan warna
seperti yang terjadi pada tepung terigu, roti, pisang dan kentang. Ketika diteteskan larutan iodien,
larutan iodien yang berwarna kekuningan berubah menjadi bening dan tidak
berwarna. Hal ini terjadi karena gula pasir tidak mengandung pati. Gula pasir
mengandung sukrosa yang tergolong disakarida. Sukrosa larut dalam air.
F. Kesimpulan dan Saran
Larutan iodine digunakan untuk
meneliti kandungan pati yang ada dalam objek penelitian. Apabila objek
mengandung pati, maka akan berubah warna menjadi ungu kehitaman atau coklat
kehitaman ketika ditetesi iodine.
Pengamatan ini harus dilakukan dengan teliti, terutama dalam memastikan
perubahan warnanya.
II. KELARUTAN MINYAK DAN LEMAK
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kelarutan atau daya larut dari minyak dan lemak dalam air, alkohol dan sabun cair.
B. Dasar Teori
Lemak (Lipid) merupakan senyawa majemuk. Sama
halnya dengan karbohidrat, lemak tersusun oleh unsur C, H dan O. Lemak
merupakan sumber energi yang menyediakan kalori terbanyak bagi tubuh
dibandingkan karbohidrat dan protein. Fungsi lain dari lemak adalah sebagai
pelarut vitamin A, D, E dan K, membangun bagian tubuh tertentu, pelindung
alat-alat dalam, pelindung tubuh dan suhu rendah.
Lemak adalah zat organik yang bersifat sukar larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon
lainnya yang polaritasnya sama.
Lemak dibedakan atas tiga kelompok, yaitu lemak sederhana (lemak dan
minyak), lemak campuran (fosfolipid dan lipoprotein), serta lemak asli (asam
lemak dan sterol). Selain itu, lemak juga dibedakan berdasarkan tingkat
kejenuhannya, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh
berbentuk padat pada suhu ruangan dan banyak terdapat pada lemak hewan, seperti
menteg dan gajih. Sedangkan asam lemak tak jenuh biasanya berbentuk cair dan
benyak terdapat pada lemak nabati, seperti minyak jagung, minyak kelapa, dan
minyak sayur lainnya.
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Minyak
adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid.
C. Metode
Ø
Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul
11.30 WITA
Ø
Bahan dan alat praktikum
1.
Minyak goreng
2.
Mentega
3.
Sabun Cair
4.
Air
5.
Alkohol
6.
Tabung Reaksi
7.
Sendok
Ø
Cara kerja
1.
Sediakan 4 (empat) buah tabung reaksi
2.
Masukkan air dan alkohol masing-masing ±2 ml
ke dalam tabung reaksi (air 2 tabung, alkohol 2 tabung)
3.
Masukkan sedikit minyak goreng ke dalam masing-masing tabung
4.
Tutup mulut tabung dengan ujung jari, lalu
kocok sekuat-kuatnya dan amati beberapa saat
5.
Pada tabung yang berisi air, tambahkan 1-2
tetes sabun cair lalu kocok kembali dan amati beberapa saat
6.
Lakukan cara kerja 3-5 dengan mengganti minyak
goreng dengan mentega
7.
Buat laporan sementara
D. Hasil Pengamatan
Nama
Bahan
|
Alkohol
|
Air
|
Air + Sabun
|
Minyak Goreng
|
Sedikit tercampur
|
Tidak Tercampur dan minyak berada diatas air
|
Tercampur
|
Mentega
|
Tidak tercampur dan mentega berada didasar air
|
Tidak tercampur dan mentega mengapung diatas air
|
Tercampur, ada
warna kuning minyak dibagian atas
|
E. Pembahasan
Minyak dan mentega merupakan senyawa lipid
yang tidak dapat larut dalam air namun
dapat larut dalam pelarut organik non-polar. Air merupakan senyawa polar
sehingga minyak dan mentega tidak
tercampur dengan air dan keduanya mengendap atau mengapung dibagian atas air
karena massa jenisnya yang lebih kecil daripada massa jenis air.
Minyak dan mentega sedikit tercampur dalam
alkohol karena keduanya sama-sama senyawa organik. Gugus hidroksil (-OH) yang terdapat pada alkohol, bersifat polar dan hidrofilik, namun rantai
karbonnya bersifat non-polar sehingga hidrofobik. Molekulnya secara umum menjadi nonpolar dan semakin tak larut
dalam air ketika rantai karbonnya menjadi semakin panjang. hal tersebut menyebabkan minyak sedikit
larut dalam air dan mentega tenggelam didasar alkohol.
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak
dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu
proses saponifikasi.
Sabun dapat mempersatukan minyak dan air,
karena gugus polar pada sabun memiliki sifat hidrofilik yaitu mengikat air
sedangkan gugus nonpolarnya bersifsat hidrofobik dan akan menarik atauu
mengikat minyak dan mendispersikan ke dalam air, sehingga membentuk sistem
koloid.
F. Kesimpulan dan Saran
Minyak dan lemak merupakan zat yang sukar larut dalam air dan mengapung
diatas air karena massa jenisnya yang lebih kecil dari air. Jika airditambah
dengan sabun, minyak dan air sabun akan tercampur karena gugus nonpolar dari
sabun akan menarik minyak dan mendispersikannya ke dalam air.
Dalam percobaan ini, mentega akan mudah tersangkut didinding tabung reaksi.
Jadi harus berhati-hati dalam memasukkan mentega.
III. pH
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan menggolongkan suatu larutan ke dalam larutan basa, asam
atau netral dengan kertas lakmus dan indikator universal.
B. Dasar Teori
pH berasal dari singkatan potential
of Hydrogen. pH adalah
tingakat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan
skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan
sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
Lakmus adalah suatu kertas dari bahan kimia
yang akan berubah warna jika dicelupkan kedalam larutan asam/basa. Lakmus terdiri dari lakmus merah dan lakmus
biru. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada.
Indikator universal adalah indicator
yang terdiri atas berbagai macam indikator yang memiliki warna berbeda untuk
setiap nilai pH 1-14. Indikator universal ada yang berupa larutan dan ada juga
yang berupa kertas. Indikator universal adalah mampu mengukur pH suatu larutan.
C. Metode
Ø
Waktu dan tempat pratikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul
11.30 WITA
Ø
Bahan dan alat praktikum
1.
Asam Klorida
2.
Natrium Hidroksida
3.
Sabun Cair
4.
Air Jeruk
5.
Pinset
6.
Kertas Lakmus Merah
7.
Kertas Lakmus Biru
8.
Kertas pH Universal
Ø
Cara kerja
1.
Dengan menggunakan pinset masukkan secara
bergantian lemba
2.
ran kertas lamus merah, kertas lakmus biru dan
kertas pH universal pada larutan yang tersedia (No 1-4)
3.
Amati perubahan warna yang terjadi pada
lembaran kertas lakmus merah dan kertas lamus biru
4.
Untuk kertas pH universal amati perubahan
warna dan bandingkan dengan tabel yang tersedia dan catat pHnya
5.
Buat laporan
D. Hasil Pengamatan
No.
|
Bahan
|
Lamus Merah
|
Lakmus Biru
|
pH Universal
|
1
|
Asam Klorida
|
Merah
|
Merah
|
1
|
2
|
NaOH
|
Biru
|
Biru
|
14
|
3
|
Sabun Cair
|
Biru
|
Biru
|
7
|
4
|
Air Jeruk
|
Merah
|
Merah
|
2
|
E. Pembahasan
Asam Klorida (HCl) dan air jeruk merupakan larutan asam. Hal ini dapat dilihat
dari kertas lakmus merah yang tidak berubah warna dan kertas lakmus biru yang
berubah warna menjadi merah. Selain itu, pada kertas pH universal, pH keduanya
kurang dari 7 yang menandakan bahwa keduanya bersifat asam.
Natrium Hidroksida (NaOH) merupakan larutan basa. Hal ini dapat dilihat
dari kertas lakmus merah yang berubah warna menjadi bitu dan lakmus biru yang tidak berubah warna. Pada
kertas pH universal pun pH NaOH diatas 7, menunjukan NaOH bersifat basa.
Sabun cair, pada kertas lakmus menunjukkan bahwa sabun cair bersifat asam
dan pada pH universal menunjukkan bahwa sabun cair bersifat netral sehingga
dapat disimpulkan bahwa sabun bersifat basa mendekati netral.
F. Kesimpulan dan Saran
Pengamatan pH suatu objek dapat dilakukan dengan kertas lakmus dan
indikator pH universal. Pada kertas lakmus akan terjadi perubahan warna. Jika
objek merupakan larutan asam, kertas lakmus merah akan tetap berwarna merah dan
kertas lakmus biru akan berubah warna menjadi merah. Begitu pula sebalikknya,
jika objek merupakan larutan basa, kertas lakmus biru akan tetap berwarna biru
dan kertas lakmus merah akan berubah warna menjadi biru.
Untuk indikator pH universal, penelitian dapat dilakukan dengan mencelupkan
kertas indikator ke dalam larutan, kemudian mencocokkan perubahan warnanya
dengan petunjuk warna yang disediakan.
Dalam percobaan ini, kertas lakmus harus dipegang dengan pipet sebab jika
dipegang secara langsung terutama oleh tangan yang mudah berkeringat, kertas
lakmus akan berubah warna.
IV. GULA DAN PEMANIS
A.
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui tingkat kemanisan masing-masing bahan dan menganalisis
perbedaan kemanisan masing-masing bahan.
B.
Dasar Teori
Pemanis
merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk memberikan
rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut, biasanya
memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak mempunyai
nilai gizi.
Berdasarkan
proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya
berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu
(Saccharum officinarum L.) dan bit (Beta vulgaris L.). Bahan
pemanis yang dihasilkan oleh kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam
atau sukrosa. Pemanis sintetis merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan
rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan
yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah
Aspartam, sorbitol, sakarin, dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan
masing-masing 30-80 dan 300 kali lipat dibandingkan gula alami. Oleh karena itu
sering disebut sebagai “biang gula”.
C.
Metode
§ Waktu dan Tempat Praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul
11.30 WITA
§ Bahan dan Alat Praktikum
1.
Gula
Pasir
2.
Biang
Gula
3.
Sukkorit
4.
Gula
Diet
5.
Tepung
Gandum
6.
Madu
7.
Air
8.
Gelas
Plastik
9.
Alat
Tulis
§ Cara Kerja
1.
Sediakan
gelas plastik sebanyak 6 buah, lalu isikan air sebanyak ±100 ml
2.
Masukkan
bahan yang akan diuji sebanyak 1 sendok, kecuali biang gula dan sukkorit hanya
3 butir
3.
Aduk
hingga melarut, catat waktu yabg dibutuhkan untuk melarutkan bahan tersebut
4.
Cicipi
masing-masing larutan tadi, bandingkan tingkat kemanisannya
D.
Hasil Pengamatan
No
|
Nama Bahan
|
Waktu yang
dibutuhkan
|
Tingkat Kemanisan
|
1
|
Gula pasir
|
48 sekon
|
2 (kurang manis)
|
2
|
Biang gula
|
15 sekon
|
4 (sangat manis)
|
3
|
Sukkorit
|
-
|
-
|
4
|
Gula diet
|
32 sekon
|
3 (manis)
|
5
|
Tepung gandum
|
49 sekon
|
1 (tidak manis)
|
6
|
Madu
|
30 sekon
|
2 (kurang manis)
|
E.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, madu dan gula pasir memiliki tingkat
kemanisan yang sama, namun madu sedikit lebih manis dibandingkan gula pasir. Madu merupakan larutan yang mengandung 80% gula dan mempunyai
kandungan fruktosa, yaitu suatu monosakarida yang banyak terdapat dalam buah
sehingga sering juga disebut sebagai gula buah. Madu mengandung fruktosa
sekitar 41 %, 35% glukosa, dan 1,9 % sukrosa. Fruktosa adalah gula paling
manis, mempunyai tingkat kemanisan 1,7 kali dibanding gula sukrosa yang banyak
terdapat dalam gula pasir.
Gandum sebagai bahan dasar tepung gandum dapat menjadi salah satu pengganti nasi yang baik. Dalam 100 gram
gandum terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium dengan jumlah glukosa yang
rendah. Gandum mengandung sedikit fruktosa dan sukrosa atau tidak mengandung sama
sekali sukrosa sehingga tidak memiliki rasa manis.
Gula diet mengandung sedikit glukosa dan mengandung banyak fruktosa
sehingga gula diet rendah kalori dan rasanya lebih manis dari pada gula pasir.
Cocok untuk penderita diabetes.
Biang gula memiliki rasa manis 30-300 kali lipat dibandingkan dengan gula
pada umumnya. Hal ini karena biang gula merupakan gula sintetis
F.
Kesimpulan dan Saran
Dari pengamatan diatas, dapat disimpulkan bahwa kandungan karbohidrat dalam
pemanis mempengaruhi tingkatan rasa manis pada pemanis. Semakin banyak
fruktosa, sukrosa, maupun maltosanya, semakin manis rasanya.
Dalam percobaan ini, lidah sebagai indra perasa harus dalam keadaan baik
agar dapat mencicipi larutan dengan tepat dan benar.
V. KELARUTAN BAHAN PADA SUHU BERBEDA
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan larutan dengan suhu yang berbeda
untuk melarutkan garam dan menganalisis penyebab adanya perbedaan waktu.
B. Dasar Teori
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam
suatupelarut (solvent). Kelarutan merupakan sifat suatu zat atau kemampuan suatu zat
terlarut untuk melarut dalam suatu pelarut dengan banyak tertentu menghasilkan
suatu larutan.
Kebanyakan zat padat kelarutannya
lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa
zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi,
misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat
kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika
salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm.
Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis
Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses
endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya
bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan
bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
C. Metode
Ø
Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul 08.00
WITA
Ø
Bahan dan alat praktikum
1. Gelas
2. Sendok
3. Garam
4. Air Panas
5. Air Dingin
6. Es Batu
7. Alat Pengaduk
Ø
Cara kerja
1.
Siapkan gelas sebanyak 3 buah
2.
Isi tiap gelas ± 80 ml dengan air panas, air
dingin, air dingin yang ditambah es batu
3.
Masukkan garam sebanyak 1 sendok pada setiap
gelas, lalu diaduk hingga garam larut
4.
Catat berapa lama waktu yang diperlukan untuk
melarutkan garam pada setiap gelas
D. Hasil Pengamatan
No.
|
Jenis Air (Berdasarkan Panas)
|
Waktu yang diperlukan
|
1
|
Panas
|
57,60 sekon
|
2
|
Dingin
|
1 menit 4,35
sekon
|
3
|
Dingin + Es Batu
|
1 menit 10,80
sekon
|
E. Pembahasan
Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa peningkatan suhu menyebabkan
peningkatan laju reaksi. Semakin tinggi
suhu airnya, garam akan semakin cepat larut dalam air. Hal ini terjadi karena
partikel-partikel garam menyerap energi kalor. Pada suhu yang lebih tinggi,
molekul garam bergerak lebih cepat sehingga energi kinetiknya bertambah.
Peningkatan energi kinetik menyebabkan kompleks teraktivasi lebih cepat
terbentuk karena energi aktivasinya lebih cepat terlampaui. Dengan demikian,
proses pelarutan garam akan berlangsung lebih cepat.
F. Kesimpulan dan Saran
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi atau
kecepatan proses pelarutan. Semakin tinggi suhu pelarutnya, semakin cepat
proses pelarutan zat terlarutnya. Hal ini disebabkan karena suhu tinggi
mempercepat gerak partikel zat terlarut sehingga tumbukan menjadi lebih sering terjadi
dan proses pelarutan berlangsung lebih cepat.
Percobaan ini harus dilakukan secara teliti. Pastikan zat terlarut larut
dengan sempurna.
VI. KELARUTAN BAHAN BERDASARKAN KEPADATAN
A. Tujuan praktikum
Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan pelarut untuk melarutkan zat
terlarut yang berbeda kepadatannya dan menganalisis penyebab adanya perbedaan
waktu.
B. Dasar Teori
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam
suatupelarut (solvent). Kelarutan merupakan sifat suatu zat atau kemampuan suatu zat
terlarut untuk melarut dalam suatu pelarut dengan banyak tertentu menghasilkan
suatu larutan. Suatu reaksi mungkin banyak melibatkan reaksi dalam bentuk padatan. Massa
padatan atau zat terlarut lainnya mempengaruhi laju reaksi larutan sebab massa
zat terlarut yang menentukan luas permukaan bidang sentuh zat tersebut.
C. Metode
Ø Waktu dan tempat praktikum
Laboratorium Mikrobiologi
pukul 08.00 WITA
Ø Alat dan bahan praktikum
1. Gula Batu
2. Garam
3. Alat Pengaduk
4. Air
5. Gelas
Ø Cara kerja
1.
Siapkan 2 gelas yang sudah diisi air dengan
volume yang sama
2.
Ambil 2 butir gula batu, lalu ditimbang
beratnya. Masukkan pada gelas pertama
3.
Aduk hingga larut, catat waktu yang diperlukan
4.
Timbang garam dengan berat yang sama dengan
gula batu, lalu masukkan pada gelas kedua
5.
Aduk hingga larut dan catat waktu yang
diperlukan
6.
Bandingkan waktu yang diperlukan untuk bahan
yang berbeda
7.
Buat laporan
D. Hasil Pengamatan
No.
|
Bahan
|
Berat
|
Waktu
|
1
|
Gula Batu
|
3,0 gram
|
8 menit 35,20 sekon
|
2
|
Garam
|
3,0 gram
|
44,86 sekon
|
E. Pembahasan
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa garam lebih cepat larut
didalam air dibandingkan dengan gula batu. Hal ini disebabkan karena garam
berbentuk kristal-kristal kecil dan gula batu berbentuk bongkahan besar
sehingga garam memiliki luas permukaan bidang
sentuh yang lebih besar dibandingkan luas permukaan bidang sentuh gula batu.
F. Kesimpulan dan Saran
Kepadatan zat terlarut mempengaruhi kecepatan proses pelarutan. Semakin
kecil ukuran zat terlarut, semakin besar luas bidang sentuhnya sehinggalaju
reaksi atau kecepatan proses pelarutan
zat tersebut semakin besar.
Percobaan ini harus dilakukan secara teliti. Pastikan zat terlarut larut
dengan sempurna.
VII.
PENGEMBUNAN
A.
Tujuan Praktikum
Untuk mengamati proses pengembunan dan menganalisis penyebab terjadinya
pengembunan.
B.
Dasar Teori
Kondensasi atau pengembunan adalah
perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi
cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat
juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi
cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang
telah terkondensasi dari uap disebut kondensat.
Uap air di
udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang dingin dinamakan
embun. Embun adalah air dalam bentuk tetesan yang muncul pada permukaan tipis
yang terpapar pada pagi atau sore hari karena kondensasi.
Uap air hanya akan terkondensasi pada suatu permukaan ketika permukaan
tersebut lebih dingin dari titik embunnya, atau uap air telah mencapai
kesetimbangan di udara, seperti kelembapan jenuh. Titik embun udara adalah temperatur yang harus dicapai agar mulai
terjadi kondensasi di udara.
C.
Metode
§ Waktu dan Tempat Praktikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul
11.30 WITA
§ Bahan dan Alat Praktikum
1.
Es
Batu
2.
Air
3.
Alat
Pengaduk
4.
Gelas
§ Cara Kerja
1.
Siapkan
gelas lalu diisi air sebanyak 1/3 volume gelas (150 ml)
2.
Tambahkan
es batu pada gelas hingga penuh (200 ml)
3.
Tunggu
beberapa saat, amati kondisi pada dinding gelas bagian luar
4.
Buat
laporan mengapa kejadian tersebut terjadi
D.
Hasil Pengamatan
Terdapat tetesan air atau embun pada permukaan
gelas beker yang berisi air es.
E.
Pembahasan
Air yang terlihat dipermukaan gelas merupakan
embun. Embun tersebut terbentuk karena uap air diudara terkondensasi. Udara yang ada di sekeliling gelas mengandung uap air. Ketika gelas
diisi es, gelas menjadi dingin. Udara yang bersentuhan dengan gelas dingin ini
akan turun suhunya. Uap air yang ada di udara pun ikut mendingin.
Jika suhunya sudah cukup dingin, uap air ini akan mengembun membentuk
tetes-tetes air di bagian luar gelas.
F.
Kesimpulan dan Saran
Udara mengandung uap air. Ketika suatu
permukaan benda menjadi dingin, udara yang ada disekitar benda akan
terkondensasi dan terbentuklah embun disekeliling benda tersebut.
Percobaan ini harus dilakukan dengan sabar sebab harus
menunggu embun terbentuk dipermukaan benda.
VIII. PEMBUATAN KONSENTRASI GARAM (NaCl)
A. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan banyaknya garam dan air dalam
larutan garam dan menerapkan proses pembuatan larutan garam dengan konsentrasi
tertentu.
B. Dasar Teori
Konsentrasi
dapat diartikan sebagai ukuran yang menentukan banyaknya zat yang berada di
dalam suatu campuran dan dibagi dengan volume total pada campuran tersebut.
Biasanya konsentrasi dinyatakan pada satuan fisik, seperti halnya satuan
volume, satuan kimia, ataupun satuan berat seperti mol, ekuivalen dan massa
rumus.
Pada
umumnya di bidang kimia, persen digunakan untuk menyatakan konsentrasi suatu
larutan. Persen konsentrasi dapat dibagi menjadi persen volume dan persen
berat.
C. Metode
Ø
Waktu dan tempat pratikum
Laboratorium Mikrobiologi pukul 08.00
WITA
Ø
Alat dan bahan praktikum
1. Garam/NaCl
2. Akuades
3. Gelas Ukur
4. Labu Ukur
Ø
Cara kerja
1.
Buat larutan garam(NaCl) dengan konsentrasi
70%, 50%, 30% dan 10% dengan menggunakan akuades
V1 x N1 = V2
x N2
V1
= Volume awal
N1
= Normalitas/Konsentrasi awal
V2
= Volume Akhir/ diinginkan
N2
= Normalitas/konsentrasi akhir/diinginkan
D. Hasil Percobaan
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 70% (larutan 100 ml)
Massa garam = 100
ml x 70%
=
100 ml x
=
70 gr
Volume air =
100 – 70
=
30 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam = 15 menit
32 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 50% (larutan 100 ml)
Massa garam =
100 ml x 50%
=
100 ml x
=
50 gr
Volume air =
100 – 50
=
50 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam =
13 menit 2 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 30% (larutan 50 ml)
Massa garam =
50 ml x 30%
=
50 ml x
=
15 gr
Volume air =
50 – 15
=
35 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam =
4 menit 17 sekon
Ø Larutan garam dengan konsentrasi 10% (larutan 50 ml)
Massa garam =
50 ml x 10%
=
50 ml x
=
5 gr
Volume air =
100 – 70
=
45 ml
Waktu yang diperlukan untuk melarutkan garam =
2 menit 3 sekon
E. Pembahasan
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa
larutan garam dengan konsentrasi 70% membutuhkan
waktu paling lama untuk melarutkannya. Hal ini disebabkan karena massa garamnya
lebih banyak sehingga luas bidang sentuhnya kecil. Selain itu, hal tersebut
terjadi karena larutan garam adalah larutan jenuh sehingga semakin besar
konsentrasinya dalam larutan, garam akan semakin sulit untuk larut bahkan tidak
bisa larut.
F.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan
hasil praktikum dapat dilihaat semakin besar massa
zat terlarut yang digunakan maka konsentrasi larutan akan semakin besar, karena
konsentrasi larutan berbanding lurus dengan masa zat yang digunakan..
Dalam
pembuatan larutan harus benar-benar teliti terutama dalam menghitung massa zat
terlarutnya karena akan mempengaruhi konsentrasi
larutan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta: Salemba Medika
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek
Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Pratiwi, D. A., dkk.
2004. Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Sutresna, Nana. 2011. Advanced
Learning Chemistry 2A. Bandung: Grafindo Media Pratama
Winarno, F., G. 1997. Kimia Pangan
dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Fitrimarwaningsih. 2012. Senyawa Polar Dan Non Polar https://fitrimarwaningsih.wordpress.com/2012/12/09/senyawa-polar-dan-non-polar/ . Diakses 29 Mei 2015 pukul 21:15
Pramushinta, Diah. 2011. Sabun. https://inuyashaku.wordpress.com/tag/sabun . Diakses 2 Juni 2015 pukul 18:18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar